Setiap bisnis berisiko menghadapi piutang yang tidak dibayar saat memberikan penjualan secara kredit. Bad debt expense adalah biaya yang mencatat piutang tak tertagih dan dampaknya pada laba perusahaan. Risiko ini sering terjadi pada bisnis kecil karena piutang yang belum dibayar dalam jangka waktu tertentu akan dianggap sebagai bad debt expense.
Di artikel ini, kami akan menjelaskan dengan jelas pengertian bad debt expense, cara menghitung dan mencatatnya, serta tips untuk mengurangi risiko piutang tak tertagih. Baca terus artikel ini agar Anda bisa mengelola keuangan bisnis lebih baik!
Apa Itu Bad Debt Expense?
Bad debt expense atau beban piutang tak tertagih adalah jumlah piutang usaha yang diasumsikan tidak akan tertagih oleh bisnis. Dalam praktik akuntansi, piutang ini juga dikenal dengan istilah doubtful debts dan dicatat sebagai pengeluaran negatif pada laporan keuangan.
Setiap perusahaan memiliki prosedur tersendiri untuk mengidentifikasi piutang yang berisiko menjadi tak tertagih. Secara umum, semakin lama pembayaran dari pelanggan tertunda, akan besar kemungkinan piutang tersebut menjadi beban yang tidak dapat ditagih. Ketika perusahaan memutuskan untuk menulis faktur yang belum dibayar sebagai kerugian, nilai piutang tersebut dicatat sebagai bad debt expense.
Beban piutang tak tertagih biasanya termasuk dalam kategori biaya operasional dan muncul dalam laporan laba rugi. Pencatatan ini penting agar anka di pembukuan nilainya seimbang dan memberikan gambaran realistis mengenai kondisi keuangan, termasuk saldo piutang, laba bersih, dan arus kas.
Alasan Terjadi Bad Debt Expense
Dalam praktik akuntansi dan keuangan, bad debt expense adalah kerugian yang timbul ketika pelanggan atau debitur gagal membayar utang mereka. Terjadinya bad debt expense dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut beberapa alasan terjadinya bad debt expense.
Kegagalan Debitur Membayar
Salah satu penyebab utama bad debt expense adalah ketidakmampuan debitur untuk membayar utang karena masalah keuangan pribadi atau bisnis.
Debitur yang menghadapi kesulitan likuiditas atau mengalami kebangkrutan akan gagal memenuhi kewajiban pembayaran. Oleh karena itu, perusahaan harus mencatat piutang tersebut sebagai kerugian.
Penilaian Kredit yang Kurang Tepat
Perusahaan yang memberikan kredit tanpa evaluasi risiko yang memadai lebih rentan menghadapi piutang tak tertagih.
Penilaian kredit yang kurang teliti menjadi salah satu penyebab piutang tak tertagih. Perusahaan perlu memeriksa reputasi dan kapasitas keuangan pelanggan sebelum memberikan kredit. Jika langkah ini diabaikan, kredit bisa diberikan kepada pihak yang berpotensi gagal membayar.
Kondisi Ekonomi dan Industri
Faktor eksternal seperti resesi, inflasi, atau penurunan permintaan di industri tertentu dapat memengaruhi kemampuan pelanggan dalam membayar utang. Saat kondisi ekonomi memburuk, risiko piutang tak tertagih meningkat karena banyak pelanggan mengalami kesulitan keuangan.
Perselisihan atas Barang atau Jasa
Terkadang debitur menunda atau menolak pembayaran karena ada ketidaksesuaian antara barang atau jasa yang diterima dengan yang dijanjikan.
Perselisihan ini dapat muncul akibat kualitas produk yang buruk, keterlambatan pengiriman, atau perbedaan spesifikasi. Kondisi tersebut pada akhirnya meningkatkan kemungkinan terjadinya bad debt expense.
Kurangnya Penagihan yang Efektif
Proses penagihan yang tidak konsisten atau tidak tegas juga menjadi penyebab munculnya piutang tak tertagih. Jika perusahaan tidak memiliki prosedur penagihan yang jelas dan tepat waktu, debitur mungkin menunda pembayaran atau bahkan mengabaikan kewajibannya.
Cara Menghitung Bad Debt Expense
Menghitung bad debt expense penting agar laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan yang realistis dan akurat. Terdapat dua metode utama yang umum digunakan, yaitu metode write-off dan metode allowance. Penjelasan kedua metode tersebut ada di bawah ini, ya.
Metode Write-Off (Penghapusan Langsung)
Cara menghitung bad debt expense bisa menggunakan metode write-off. Metode ini menghapus langsung piutang yang dipastikan tidak tertagih.
Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi piutang yang tidak dapat ditagih berdasarkan evaluasi pelanggan atau lama keterlambatan pembayaran. Setelah itu, penghapusan piutang dicatat dalam jurnal akuntansi sebagai beban piutang tak tertagih.
Sebagai contoh, jika perusahaan memiliki piutang sebesar Rp10.000.000 dari pelanggan yang sudah dinyatakan bangkrut, piutang tersebut langsung dihapus dan dicatat sebagai bad debt expense sebesar Rp10.000.000.
Kelebihan metode ini terletak pada kesederhanaannya dalam menghitung bad debt expense. Metode ini mudah diterapkan dan tidak memerlukan perhitungan yang rumit.
Kekurangannya, metode ini tidak memperhitungkan estimasi risiko piutang tak tertagih secara periodik. Akibatnya, laporan keuangan mungkin tidak sepenuhnya akurat sebelum piutang benar-benar dihapus.
Metode Allowance (Cadangan Kerugian Piutang)
Metode allowance menghitung bad debt expense dengan memperkirakan piutang yang kemungkinan tidak tertagih sebelum benar-benar terjadi.
Langkah pertama adalah menentukan persentase piutang yang diperkirakan tidak tertagih berdasarkan pengalaman historis atau analisis umur piutang. Setelah itu, dibuat akun cadangan kerugian piutang atau Allowance for Doubtful Accounts yang dikreditkan sebagai estimasi bad debt expense.
Ketika piutang benar-benar tidak tertagih, akun cadangan ini kemudian didebet untuk menghapus piutang yang bersangkutan. Dengan cara ini, pencatatan bad debt expense menjadi lebih terkontrol dan sesuai prinsip akuntansi accrual.
Sebagai contoh, jika perusahaan memiliki total piutang sebesar Rp100.000.000 dan memperkirakan 5% akan menjadi tidak tertagih, bad debt expense yang dicatat sebesar Rp5.000.000. Jumlah ini dimasukkan ke dalam akun cadangan kerugian piutang. Ketika piutang sebesar Rp2.000.000 benar-benar tidak tertagih, jumlah tersebut dihapus dari cadangan.
Penghapusan piutang tidak langsung dibebankan ke laba rugi sehingga laporan keuangan tetap akurat.
Kelebihan dari metode allowance adalah mampu mencerminkan kondisi keuangan yang realistis setiap periode serta mematuhi prinsip akuntansi accrual.
Cara Mencatat Bad Debt Expense
Terdapat dua metode utama untuk mencatat bad debt expense, yaitu metode write-off dan metode allowance.
Metode Write-Off
Metode ini mencatat piutang yang tidak tertagih secara langsung sebagai beban pada saat dipastikan bahwa piutang tersebut tidak dapat ditagih. Langkah pencatatannya, yakni:
- Identifikasi piutang yang benar-benar tidak dapat tertagih.
- Membuat jurnal untuk menghapus piutang tersebut dari akun piutang usaha dan mencatatnya sebagai bad debt expense.
Contoh jurnalnya adalah sebagai berikut.
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
xxx | Bad Debt Expense | xxx | |
Accounts Receivable | xxx |
Kelebihan metode ini adalah cara mencatatnya sangat sederhana. Namun, kerugiannya dapat muncul tiba-tiba sehingga memengaruhi laporan laba rugi dan neraca pada periode tertentu.
Metode Allowance
Metode allowance lebih konservatif dan sesuai dengan prinsip akrual. Perusahaan memperkirakan jumlah piutang yang kemungkinan tidak tertagih di periode berjalan dan mencatatnya sebagai cadangan (allowance) untuk bad debt expense. Langkahnya meliputi:
- Menentukan estimasi persentase piutang tak tertagih berdasarkan pengalaman, analisis umur piutang, atau tren historis.
- Mencatat estimasi tersebut sebagai beban pada laporan laba rugi dan membuat akun kontra piutang (Allowance for Doubtful Accounts) di neraca.
Contoh jurnal pencatatan estimasi bad debt expense adalah sebagai berikut.
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
xxx | Bad Debt Expense | xxx | |
Allowance for Doubtful Accounts | xxx |
Jika suatu piutang ternyata tidak tertagih, piutang tersebut dihapuskan dari akun piutang dan allowance disesuaikan. Jurnalnya seperti di bawah ini.
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
xxx | Allowance for Doubtful Accounts | xxx | |
Accounts Receivable | xxx |
Metode allowance membantu mencatat kerugian piutang secara realistis, menjaga stabilitas laporan keuangan, dan menyesuaikan beban dengan pendapatan pada periode yang sama.
Tips Meminimalisir Bad Debt Expense
Penting bagi sebuah perusahaan mengelola bad debt expense secara efektif. Tujuannya, agar arus kas perusahaan tetap sehat dan risiko kerugian dapat dikendalikan. Berikut beberapa tips yang dapat diterapkan untuk meminimalisir bad debt expense.
Evaluasi Kelayakan Kredit Pelanggan
Sebelum memberikan kredit, lakukan penilaian terhadap kemampuan finansial dan riwayat pembayaran pelanggan. Pemeriksaan ini dapat meliputi laporan keuangan, skor kredit, dan referensi bisnis.
Dengan menyeleksi pelanggan yang memiliki risiko rendah, perusahaan dapat mengurangi kemungkinan piutang tidak tertagih.
Tetapkan Kebijakan Kredit yang Jelas
Perusahaan perlu memiliki kebijakan kredit yang mencakup batas maksimum kredit, jangka waktu pembayaran, dan syarat pembayaran.
Kebijakan yang jelas membantu pelanggan memahami kewajibannya. Selain itu, kebijakan ini akan mempermudah perusahaan dalam menegakkan aturan ketika terjadi keterlambatan pembayaran.
Lakukan Penagihan Secara Konsisten
Melakukan penagihan secara rutin dan tepat waktu membantu mencegah piutang menumpuk. Gunakan pengingat pembayaran, surat tagihan, atau sistem otomatis agar pelanggan membayar sesuai jadwal. Penagihan yang konsisten memastikan proses pembayaran berjalan lebih lancar.
Manfaatkan Jaminan atau Asuransi Kredit
Perusahaan dapat meminta jaminan atau memanfaatkan asuransi kredit untuk mengurangi risiko kerugian akibat pelanggan yang gagal membayar. Langkah ini memberikan perlindungan tambahan dan membantu mengurangi dampak finansial dari piutang yang tidak tertagih.
Pantau dan Analisis Piutang Secara Berkala
Melacak piutang secara rutin membantu perusahaan mengenali masalah sejak awal. Analisis aging report atau laporan umur piutang memungkinkan perusahaan mengambil langkah pencegahan terhadap piutang yang berisiko tinggi sebelum menjadi bad debt expense.
Hubungan Baik dengan Pelanggan
Komunikasi yang baik dengan pelanggan dapat mendorong pembayaran tepat waktu. Memberikan pelayanan yang responsif dan menjaga kepercayaan pelanggan membuat mereka lebih patuh terhadap kewajiban pembayaran.
Kesimpulan
Jadi, bad debt expense adalah biaya yang membantu perusahaan mengukur nilai piutang yang tidak tertagih serta menilai efektivitas proses penagihan yang dilakukan.
Biaya ini juga dapat menjadi indikator kualitas pengalaman pelanggan karena hubungan pelanggan yang baik biasanya menghasilkan lebih sedikit perselisihan dan faktur yang tidak dibayar.
Untuk meminimalisir piutang tak tertagih, perusahaan perlu memiliki kebijakan kredit dan penagihan yang jelas, sekaligus memanfaatkan tools untuk mempermudah pemantauan dan pengelolaan piutang dalam bisnis.
Software ERP MASERP membantu Anda untuk menagih customer Anda secara tepat waktu. MASERP menyediakan reminder untuk piutang jatuh tempo setiap harinya untuk penagihan tepat waktu dan meningkatkan kesehatan cash flow perusahaan.
Dengan fitur Report Center di MASERP, Anda bisa mencatat dan membuat laporan keuangan yang meliputi laba rugi, neraca, penjualan dan lain-lain.
Pencatatan dan pelaporan manual tentu saja akan memakan banyak waktu dan memiliki peluang besar terjadinya human error. Ini akan menghambat efisiensi dan produktivitas perusahaan Anda. Software MASERP dapat dikustomisasi sesuai bisnis flow Anda, kustomisasi dari program standard yang sudah ada.
Jadwalkan konsultasi dan demo program dengan konsultan MASERP sekarang!