Historical Cost: Prinsip dan Perbedaannya dengan Fair Value

Written by Tika Ulfianinda

historical cost adalah

Historical cost adalah prinsip akuntansi yang menetapkan aset dicatat berdasarkan harga perolehannya, bukan nilai pasar saat ini. Prinsip ini memberikan dasar pencatatan yang objektif dan konsisten dalam laporan keuangan perusahaan.

Perusahaan dapat menjaga transparansi nilai aset sejak pertama kali dibeli atau dimiliki. Untuk memahami lebih dalam penerapan dan manfaatnya dalam praktik bisnis, mari simak penjelasan selengkapnya di artikel ini.

Apa Itu Historical Cost?

Historical cost adalah nilai perolehan suatu aset yang dicatat berdasarkan jumlah yang benar-benar dibayarkan perusahaan saat membeli aset tersebut.

Nilai ini bersifat tetap dalam laporan keuangan, meskipun harga pasar aset dapat berubah seiring waktu. Konsep ini umumnya digunakan untuk mencatat aset tetap seperti tanah, bangunan, kendaraan, dan mesin.

Nilai historical cost tidak hanya mencakup harga beli, tetapi juga seluruh biaya tambahan hingga aset siap digunakan, seperti pajak, ongkos kirim, dan biaya instalasi.

Keunggulan pendekatan ini terletak pada objektivitasnya karena dapat dibuktikan dengan dokumen transaksi seperti faktur atau kuitansi. Hal ini juga mempermudah audit dan penyusunan laporan keuangan yang konsisten.

Namun, historical cost memiliki keterbatasan karena tidak mencerminkan nilai pasar terkini. Dalam kondisi inflasi atau perubahan nilai tukar, nilai tercatat bisa berbeda jauh dari harga pasar aktual.

Beberapa standar akuntansi seperti International Financial Accounting Standard (IFRS) mulai mengadopsi pendekatan nilai wajar (fair value) untuk jenis aset tertentu.

Meski begitu, historical cost tetap banyak digunakan karena memberikan kestabilan dan kejelasan dalam pelaporan keuangan.

Baca Juga: Software Accounting Terbaik Indonesia 2025 (Fitur & Harga)

Prinsip Historical Cost

Penerapan prinsip historical cost memberikan pengaruh penting terhadap proses dalam siklus akuntansi perusahaan, khususnya dalam penyusunan laporan keuangan. Melalui prinsip ini, seluruh aset harus dicatat dalam neraca berdasarkan harga perolehan atau biaya riil saat aset tersebut dibeli.

Namun, prinsip ini tidak memperhitungkan perubahan nilai pasar akibat inflasi atau fluktuasi harga. Akibatnya, nilai yang tercantum dalam laporan keuangan bisa berbeda jauh dari nilai wajar (fair value) aset saat ini.

Meskipun begitu, prinsip biaya historis tetap digunakan karena dinilai andal (reliable), dapat dibuktikan secara objektif melalui dokumen transaksi seperti faktur pembelian.

Dalam akuntansi, hal ini merupakan bentuk trade-off antara keandalan informasi dan relevansi terhadap kondisi ekonomi terkini.

Sebagai ilustrasi, jika perusahaan membeli bangunan pabrik senilai Rp750.000.000 sepuluh tahun yang lalu, nilai tersebut akan tetap dicatat di laporan keuangan sebagai biaya historis.

Padahal, nilai pasar bangunan tersebut saat ini mungkin sudah mencapai lebih dari Rp1,2 miliar. Dengan kata lain, prinsip ini tidak merefleksikan nilai wajar yang berlaku saat ini.

Nilai wajar (fair value) dianggap lebih mencerminkan kondisi pasar yang dinamis, meskipun nilainya sering kali bersifat subjektif dan bergantung pada asumsi tertentu.

Sementara itu, penilaian berdasarkan historical cost bersifat objektif dan masih relevan, terutama untuk mencatat aset dan kewajiban yang sifatnya jangka panjang.

Cara Menyesuaikan Historical Cost

Pencatatan aset menggunakan metode historical cost mengikuti prinsip konservatif dalam akuntansi, yaitu berdasarkan transaksi aktual yang tidak dapat diubah. 

Namun, seiring waktu, nilai aset tetap seperti mesin atau bangunan dapat mengalami perubahan, baik karena penggunaan, usia manfaat, maupun kondisi pasar.

Penyesuaian nilai aset secara berkala perlu dilakukan agar laporan keuangan tetap relevan dan mencerminkan nilai ekonomis yang wajar.

Salah satu cara penyesuaian dilakukan melalui penyusutan (depresiasi). Nilai aset akan dikurangi secara sistematis sesuai umur manfaatnya dan akumulasi penyusutan dicatat di laporan posisi keuangan sebagai pengurang nilai buku aset tetap.

Selain penyusutan, terdapat metode lain yang digunakan untuk menyesuaikan biaya historis, seperti:

  • Penurunan nilai (impairment): Jika nilai wajar aset turun secara signifikan di bawah nilai tercatat, perusahaan wajib mencatat rugi penurunan nilai.
  • Penilaian berdasarkan nilai wajar (fair value): Digunakan untuk aset tertentu yang nilainya fluktuatif, seperti instrumen keuangan atau properti investasi.
  • Penghapusan aset (write-off): Diterapkan jika aset sudah tidak memberikan manfaat ekonomi atau tidak lagi digunakan.
  • Penyesuaian terhadap inflasi (replacement cost): Digunakan untuk mencerminkan perubahan daya beli atau estimasi biaya penggantian aset serupa saat ini.

Metode yang digunakan sangat tergantung pada klasifikasi aset, kebijakan akuntansi perusahaan, dan standar akuntansi yang berlaku, seperti PSAK atau IFRS.

Baca Juga: Write Off Akuntansi: Pengertian, Tujuan, dan Contoh

Perbedaan Historical Cost dan Fair Value

Dalam akuntansi, biaya historis dan fair value adalah dua pendekatan penilaian aset yang paling umum digunakan. Masing-masing memiliki karakteristik, tujuan, dan pengaruh berbeda terhadap laporan keuangan.

Pengertian Singkat

  • Historical Cost: Nilai aset dicatat berdasarkan harga perolehan saat pertama kali dibeli. Nilai ini tetap dan tidak berubah, kecuali ada penyusutan atau penurunan nilai.
  • Nilai Wajar (Fair Value): Nilai aset diukur berdasarkan harga pasar saat ini, yaitu harga yang disepakati dalam transaksi antara pihak-pihak yang independen dan berpengetahuan.

Tabel Perbedaan Historical Cost dan Fair Value

AspekHistorical CostFair Value
Dasar PenilaianHarga beli awalEstimasi harga pasar saat ini
Perubahan NilaiTidak berubah (kecuali depresiasi/impairment)Dapat berubah sesuai kondisi pasar
Sifat DataObjektif dan berbasis dokumen transaksiMengandung estimasi, bisa bersifat subjektif
Kesesuaian PenggunaanCocok untuk aset tetap jangka panjangCocok untuk aset yang aktif diperdagangkan
Tujuan PelaporanMenjaga stabilitas nilai laporanMenunjukkan kondisi ekonomi saat ini

Contoh Praktis

  • Historical Cost: Sebuah gedung dibeli seharga Rp5 miliar pada tahun 2015. Di laporan keuangan 2025, gedung ini tetap dicatat sebesar Rp5 miliar dikurangi akumulasi penyusutan.
  • Nilai Wajar (Fair Value): Sebidang tanah yang dibeli seharga Rp2 miliar pada 2010 mungkin dinilai Rp4 miliar di tahun 2025 jika menggunakan pendekatan fair value.

Implikasi terhadap Laporan Keuangan

  • Historical cost memberi stabilitas dan keandalan, tetapi juga membuat laporan terlihat kurang relevan karena tidak mencerminkan nilai pasar saat ini.
  • Nilai wajar (fair value) lebih mencerminkan kondisi pasar terkini, tapi dapat menyebabkan volatilitas pada laporan keuangan karena nilai yang berubah-ubah.

Contoh Penerapan Historical Cost

Untuk memahami cara kerja historical cost dalam laporan keuangan, Anda bisa melihat contoh berikut ini.

Sebuah perusahaan membutuhkan kendaraan operasional untuk mendukung kegiatan bisnis sehari-hari. Pada tahun 2024, perusahaan membeli sebuah mobil seharga Rp225.000.000 dan membayarnya secara tunai.

Dalam laporan keuangan, mobil yang dibeli oleh perusahaan akan dicatat sebagai aset tetap sebesar harga belinya, yaitu Rp225.000.000. Nilai ini disebut sebagai biaya historis, karena mencerminkan nilai transaksi saat pembelian.

Seiring berjalannya waktu, mobil akan mengalami penurunan nilai karena usia, penggunaan, dan kondisi fisiknya. Penurunan nilai ini dikenal sebagai penyusutan dan dicatat setiap tahun dalam laporan keuangan.

Jika perusahaan menggunakan metode penyusutan garis lurus selama lima tahun, maka nilai mobil akan berkurang dalam jumlah yang sama setiap tahunnya. Sebagai contoh, setelah dua tahun, nilai buku mobil tersebut tinggal Rp135.000.000.

Jika pada saat itu mobil mengalami kerusakan berat hingga tidak bisa digunakan lagi, perusahaan perlu membeli mobil pengganti. Namun, harga mobil serupa pada saat itu bisa saja sudah berbeda, karena pengaruh inflasi dan perubahan kondisi pasar.

Sebagai contoh lain, bayangkan perusahaan membeli mesin pada tahun 2015 dengan harga Rp750.000.000.

Mesin tersebut masih digunakan hingga tahun 2025 dan tetap dicatat berdasarkan nilai beli awal, meskipun harga pasar mesin saat ini sudah berubah.

Inilah yang dimaksud dengan biaya historis, yaitu pencatatan yang dilakukan berdasarkan nilai transaksi saat pembelian, bukan berdasarkan nilai pasar terkini.

Poin Penting Dalam Historical Cost

Agar lebih memahami konsep historical cost atau biaya historis, penting bagi Anda untuk mengetahui karakteristik utama yang melekat pada pendekatan ini.

Meskipun metode ini dianggap sederhana dan mudah diterapkan, ada sejumlah poin penting yang perlu diperhatikan agar tidak salah dalam menginterpretasikan laporan keuangan yang menggunakan dasar biaya historis.

Berikut adalah beberapa poin utama yang mencerminkan prinsip dan implikasi dari penggunaan metode ini:

  • Pendekatan Konservatif: Metode ini dianggap konservatif karena cenderung mencatat aset dengan nilai yang lebih rendah daripada nilai pasar saat ini. Hal ini dapat mencegah perusahaan melebih-lebihkan nilai kekayaannya dan membantu menjaga kehati-hatian dalam laporan keuangan.
  • Harga Asli atau Biaya Perolehan: Biaya historis mengacu pada harga asli atau biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh suatu aset atau kewajiban pada saat transaksi pertama kali terjadi. Nilai ini menjadi dasar pencatatan dalam laporan keuangan dan tidak berubah seiring waktu, kecuali terjadi penyusutan atau amortisasi.
  • Bersifat Objektif: Historical cost dinilai lebih objektif karena pencatatannya berdasarkan pada data yang nyata, seperti faktur pembelian atau bukti transaksi lain. Metode ini menjadi lebih dapat dipercaya dan mudah diverifikasi dalam proses audit.
  • Tidak Mencerminkan Perubahan Nilai Aset: Nilai aset dalam laporan keuangan yang menggunakan biaya historis tidak akan diperbarui mengikuti perubahan nilai pasar. Misalnya, jika nilai tanah meningkat secara signifikan, laporan keuangan tetap mencatatnya berdasarkan harga beli awal.
  • Cocok untuk Aset dengan Nilai Stabil: Biaya historis umumnya digunakan untuk aset tetap yang tidak sering mengalami fluktuasi harga atau tidak diperdagangkan secara aktif di pasar, seperti bangunan, kendaraan, dan perlengkapan kantor.
  • Ketelitian Lebih Diutamakan daripada Relevansi: Penggunaan historical cost ini lebih mengutamakan stabilitas dan ketepatan dalam pencatatan, meskipun mungkin kurang relevan dalam menunjukkan nilai pasar suatu aset di masa kini. Informasi yang disajikan stabil dari waktu ke waktu, tapi bisa saja tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini.

Baca Juga: 4 Jenis Struktur Biaya dalam Aktivitas Perusahaan

Kesimpulan

Itulah pembahasan lengkap mengenai prinsip historical cost, mulai dari definisi, prinsip, bedanya dengan fair value, hingga poin penting yang perlu diperhatikan.

Secara sederhana, historical cost adalah metode pencatatan akuntansi yang mendasarkan nilai aset dan kewajiban pada harga perolehan awal saat transaksi terjadi.

Dengan menggunakan pendekatan ini, laporan keuangan disusun berdasarkan nilai yang benar-benar dibayarkan sehingga memberikan landasan yang konsisten, objektif, dan dapat diverifikasi.

Namun, penting dipahami bahwa prinsip historical cost memiliki keterbatasan dalam merefleksikan nilai pasar terkini dari suatu aset. Seiring waktu, nilai aset bisa berubah akibat inflasi, fluktuasi pasar, atau penyusutan.

Meskipun memberikan kestabilan pencatatan, pendekatan ini tetap perlu dilengkapi dengan informasi tambahan agar laporan keuangan dapat mencerminkan kondisi perusahaan secara lebih relevan dan akurat.

Anda sebaiknya melakukan pencatatan aset perusahaan beserta penyusutannya dengan menggunakan software akuntansi seperti MASERP di mana sudah terintegrasi dengan berbagai fitur bisnis seperti penjualan, pembelian, distributor, manufaktur dan lainnya.

Dalam satu software, Anda bisa menggunakan banyak fitur untuk kemudahan bisnis.

Fitur Fixed Asset di MASERP membantu Anda menghitung penyusutan aktiva tetap dengan akurat sehingga memudahhkan Anda dalam mentracking aset Anda seperti kendaraan, mesin, hardware, dan peralatan kantor.

Pada fitur Master Fixed Asset, Anda bisa mencatat informasi seperti lokasi, merek, spesifikasi dan penanggungjawab untuk history lengkap pemindahan aset dari tangan ke tangan.

Segera konsultasikan kendala yang sedang dihadapi perusahaan Anda dengan konsultan ahli kami sekarang. GRATIS!