Saat bulan Ramadhan apalagi menjelang lebaran, setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk membayarkan tunjangan kepada karyawannya.
THR adalah pendapatan yang berhak diperoleh oleh pekerja dan diberikan oleh pemberi kerja menjelang Hari Raya Keagamaan (sesuai dengan agama yang dianut pekerja).
THR yang diperoleh pekerja bisa dijadikan modal untuk keperluan Hari Raya seperti mudik, kebutuhan pokok, zakat dan lain-lain. Sebenarnya, bagaimana perhitungan THR? Apa yang menjadi dasar perhitungan THR?
Artikel ini akan mengulas lengkap mengenai THR, dari pengertian, peraturan yang berlaku hingga cara perhitungannya. Yuk disimak sampai habis!
Apa Itu THR?
Tunjangan Hari Raya atau biasa kita menyebutnya THR adalah hal yang paling dinanti oleh para pekerja ketika menjelang Hari Raya Keagamaan.
Hari Raya Keagamaan bagi karyawan yang menganut agama Islam yaitu Hari Raya Idul Fitri, bagi karyawan yang beragama Kristen Protestan dan Katholik yaitu Hari Raya Natal, Nyepi bagi yang yang beragama Hindu dan Wisak bagi karyawan yang beragama Buddha.
THR adalah pendapatan yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja, dan ini di luar gaji pokok sehingga disebut non upah. Karyawan swasta dan negeri akan mendapatkan THR sesuai ketentuan dari UU yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
THR diberikan dalam bentuk uang, besarnya satu kali gaji per bulan bagi karyawan yang sudah bekerja genap satu tahun atau lebih. Sedangkan untuk karyawan yang belum satu tahun bekerja di perusahaan, THR yang diberikan sesuai perhitungan masa kerja.
Pemberian THR paling lambat sudah diterima karyawan 7 hari sebelum hari raya keagamaan (H-7) agar bisa dinikmati bersama keluarganya.
Kabar baiknya, perusahaan boleh memberikan THR lebih tinggi dari ketentuan Permenker. Ada beberapa perusahaan yang memberikan THR sebesar 2 kali atau 3 kali gaji dengan dasar masa kerja karyawannya. Wah, menyenangkan ya!
Ketentuan itu berasal dari tiap perusahaan, ini akan tertulis di peraturan perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Nah, kalau THR yang dibayarkan malah lebih kecil, maka aturan yang berlaku adalah Permenaker tahun 2016 Nomor 6.
Baca Juga: Payroll Adalah Sistem Modern untuk Penggajian Karyawan
Peraturan Tentang THR
Undang-undang yang mengatur THR adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan, peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994.
Tiga jenis pekerja yang berhak mendapatkan THR keagamaan, yaitu:
- Pekerja atau buruh berdasarkan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang sudah mempunyai masa kerja 1 bulan terus menerus atau lebih.
- Pekerja atau buruh berdasarkan PKWTT yang mengalami PHK oleh pengusaha sejak H-30 hari sebelum Hari Raya Kegamaan.
- Pekerja atau buruh yang dipindah ke perusahaan lain dan masa kerjanya berlanjut, apabila dari perusahaan lama belum mendapat tunjangan hari raya (THR).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.6 Tahun 2016, setiap orang yang mempekerjakan orang lain wajib membayar Tunjangan Hari Raya, baik itu perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan.
Apabila dilihat dari Permenaker No. 6 tahun 2016 Pasal 2 ayat (2), THR diberikan ke pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
Jadi, karyawan magang tidak berhak memperoleh THR dari perusahaan. Karyawan magang tidak memiliki perjanjian kerja, tetapi hanya memiliki perjanjian pemagangan.
Sanksi Perusahaan Tidak Membayar THR
THR adalah tunjangan wajib yang harus diterima oleh pekerja, perusahaan akan dikenakan sanksi administratif bahkan denda apabila tidak membayarkan THR.
Kalau menurut peraturan THR harus diberikan H-7 sebelum Hari Raya Keagamaan tetapi perusahaan tidak mampu membayarkannya, maka perusahaan bisa membayarkannya minimal H-1 tetapi harus ada kesepakatan antara perusahaan dan para pekerja.
Kalau THR tidak dibayar sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak, maka pemerintah dihimbau memberikan sanksi kepada perusahaan yang bersangkutan dalam bentuk sanksi administratif dan denda.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, denda yang dibayarkan oleh perusahaan kalau tidak bisa membayarkan sesuai kesepakatan adalah 5% dari akumulasi THR yang wajib dibayar sejak berakhir batas waktu kewajiban pembayaran.
Denda yang dikenakan lantas tidak membuat perusahaan bebas dari pembayaran THR kepada karyawan. Denda tersebut akan dipergunakan untuk kesejahteraan karyawan yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja.
Sedangkan sanksinya bisa berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara bahkan kegiatan usaha yang akan dibekukan. Teguran tertulis akan diberikan satu kali dalam jangka waktu paling lama 3 hari kalender terhitung sejak terguran diterima oleh perusahaan.
Apabila sudah melewati waktu 3 hari tersebut, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif yang berupa permbatasan kegiatan usaha sampai kewajiban THR dibayarkan kepada karyawan.
Pembayaran THR Dicicil
Waktu pemberian THR adalah satu kali dalam satu tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan yang dianut oleh pekerja. Sebelumnya sudah disebutkan bahwa pemberian THR dilakukan minimal 7 hari sebelum Hari Raya dalam bentuk mata uang Rupiah.
Nah, bagaimana kalau dalam kondisi Covid-19 perusahaan mengalami kesulitan keuangan? Dikutip dari hukumonline.com, pembayaran THR dapat dicicil selama ada kesepakatan bersama antara pengusaha dan karyawan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan karyawan dalam perjanjian kerja yang terdapat di Permenaker Nomor 6 tahun 2016 Pasal 5 ayat (3).
Ketaatan terhadap kesepakatan yang sudah dibuat merupakan kewajiban masing-masing pihak, sebaiknya perusahaan terbbuka kepada pekerja mengenai kondisi keuangannya apabila mengalami dampak dari pandemi Covid-19.
Karyawan Resign Sebelum Pembayaran THR
Pengusahan wajib memberikan THR kepada karyawan yang memiliki masa kerja 1 bulan terus menerus atau lebih, begitu juga bagi karyawan yang akan resign sebelum Hari Raya.
Apabila pekerja sudah bekerja lebih dari satu tahun dan ingin mengundurkan diri atau resign yang menyebabkan putusnya hubungan antara pekerja dan pengusaha, maka berhak mendapatkan THR selama dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh pasar 7 ayat 1 Permenaker Nomor 6 tahun 2016, yaitu 30 hari.
Peraturan dalam pasal tersebut berlaku untuk karyawan tetap (PKWTT). Dalam pasal 7 ayat 1 tidak berlaku untuk karyawan yang memiliki hubungan kerja waktu tertentu (karyawan kontrak). Karyawan kontrak yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya maka tidak dapat memperoleh THR.
Cara Menghitung THR
- Contoh 1
Maria sudah bekerja di PT Jaya Abadi selama 3 tahun dengan gaji pokok sebesar Rp4.000.000,-, tunjangan anak Rp450.000,-, tunjangan perumahan Rp200.000,- beserta tunjangan transportasi dan makan sebesar Rp1.700.000,-. Berapa THR yang diperoleh Maria tahun ini?
Rumus THR untuk Maria yang sudah bekerja 12 bulan adalah 1x upah per bulan.
Upah per bulan meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap (tunjangan anak dan perumahan).
Tunjangan transportasi dan makan adalah tunjangan tidak tetap karena tergantung kehadiran karyawan yang bersangkutan.
Gaji pokok= Rp4.000.000,-
Tunjangan tetap= Rp450.000,- + Rp250.000,- = Rp650.000,-
THR yang berhak diperoleh Maria= 1x (Rp4.000.000,- + Rp650.000,-) = Rp4.650.000,-
- Contoh 2
Wahyu bekerja sebagai karyawan kontrak di PT Nusantara Sakti selama 7 bulan dan menerima gaji pokok sebesar Rp2.500.000,- dengan tambahan tunjangan jabatan Rp300.000,- beserta tunjangan transport dan makan sebesar Rp1.000.000,-. Berapa THR yang diperoleh Wahyu?
Wahyu memiliki masa kerja 7 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, rumus THR yang digunakan:
Masa kerja/12 x Upah 1 bulan (gaji pokok + tunjangan tetap)
Gaji pokok= Rp2.500.000,-
Tunjangan tetap yang berupa tunjangan jabatan= Rp300.000,-
THR yang diperoleh Wahyu adalah 7/12 x (Rp2.500.000,- + Rp300.000,-) = Rp1.633.333,-
Baca Juga: Pentingnya Slip Gaji Karyawan di Setiap Perusahaan
Kesimpulan
THR adalah pendapatan yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja minimal H-7 sebelum Hari Raya Keagamaan. THR ini diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016.
Karyawan yang berhak mendapatkan THR adalah karyawan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang sudah mempunyai masa kerja 1 bulan terus menerus atau lebih, dan pekerja yang mengalami PHK oleh pengusaha sejak H-30 hari sebelum Hari Raya Kegamaan.
Apabila karyawan sudah bekerja lebih dari satu tahun maka THR yang diperoleh adalah 1 kali upah per bulan, sedangkan yang belum 1 tahun perhitungannya yaitu masa kerja/12 x upah satu bulan.
Urusan gaji dan THR ini biasanya akan dikelola oleh bagian keuangan. Agar bagian keuangan tidak kesulitan mengatur urusan uang, sebaiknya perusahaan menggunakan software modern untuk menghindari proses-proses yang masih berjalan manual.
Salah satu software akuntansi modern yang bisa Anda gunakan adalah MASERP. Software MASERP bisa terintegrasi dengan fungsi bisnis lain seperti manufaktur, ditribusi, penjualan, pembelian dan lain-lain.
MASERP akan memudahkan Anda mencatat, memantau dan membuat laporan keuangan sepeti arus kas dan laba rugi perusahaan secara otomatis dan kapan saja tanpa harus menunggu rugi atau negatif.
Anda bisa mencustom software MASERP sesuai bisnis flow perusahaan. Segera konsultasikan dengan konsultan ahli kami, gratis!